Fenomena serangga yang terpikat oleh lampu buatan pada malam hari telah menjadi hal umum, tetapi apa yang sebenarnya membuat mereka tertarik pada cahaya tersebut? Meskipun sudah banyak yang mengetahui tentang fenomena ini, penelitian eksperimental yang mendukung teori-teori tersebut masih minim.
Pada bulan Januari 2024, sebuah penelitian yang inovatif yang dipimpin oleh para ilmuwan dari Inggris, Amerika, dan Kosta Rika dipublikasikan di jurnal Nature, menyoroti alasan di balik ketertarikan dan perilaku serangga terhadap sumber cahaya buatan. Mereka menantang teori-teori yang sudah populer dan mengajukan gagasan yang baru.
Sebelumnya, ada beberapa hipotesis yang mencoba menjelaskan mengapa serangga terbang menuju cahaya. Salah satunya adalah bahwa serangga menganggap cahaya tersebut sebagai sumber panas yang menarik. Namun, hipotesis yang paling populer adalah bahwa serangga salah mengira cahaya buatan sebagai bulan.
Dalam upaya untuk menyelidiki perilaku serangga lebih lanjut, para peneliti menggunakan teknologi kamera terbaru untuk melacak jalur terbang serangga dan membuat model 3D pergerakan mereka. Hasilnya mengejutkan, karena mereka menemukan bahwa hipotesis yang sudah ada ternyata tidak sepenuhnya benar.
Berdasarkan temuan mereka, serangga sebenarnya menggunakan cahaya buatan untuk mengorientasikan diri di ruang angkasa. Mereka menggunakan cahaya sebagai petunjuk atas, memungkinkan mereka untuk mengetahui arah yang benar saat terbang. Ini menjelaskan mengapa serangga cenderung membelakangi cahaya saat terbang.
Penelitian ini juga membantah beberapa mitos sebelumnya tentang perilaku serangga terbang menuju cahaya. Hipotesis tentang respons melarikan diri atau sumber panas ternyata tidak cukup kuat untuk menjelaskan fenomena tersebut.
Meskipun penelitian ini memberikan pemahaman baru tentang perilaku serangga, masih banyak pertanyaan yang perlu dijawab. Misalnya, mengapa beberapa jenis serangga lebih terpengaruh oleh cahaya buatan daripada yang lain? Penelitian ini juga memberikan pelajaran penting bagi kota-kota yang mempertimbangkan dampak pencahayaan buatan terhadap ekosistem lokal, dengan harapan dapat menghasilkan rekomendasi yang lebih baik untuk penerangan di masa depan.
Berdasarkan temuan mereka, serangga sebenarnya menggunakan cahaya buatan untuk mengorientasikan diri di ruang angkasa. Mereka menggunakan cahaya sebagai petunjuk atas, memungkinkan mereka untuk mengetahui arah yang benar saat terbang. Ini menjelaskan mengapa serangga cenderung membelakangi cahaya saat terbang.
Penelitian ini juga membantah beberapa mitos sebelumnya tentang perilaku serangga terbang menuju cahaya. Hipotesis tentang respons melarikan diri atau sumber panas ternyata tidak cukup kuat untuk menjelaskan fenomena tersebut.
Meskipun penelitian ini memberikan pemahaman baru tentang perilaku serangga, masih banyak pertanyaan yang perlu dijawab. Misalnya, mengapa beberapa jenis serangga lebih terpengaruh oleh cahaya buatan daripada yang lain? Penelitian ini juga memberikan pelajaran penting bagi kota-kota yang mempertimbangkan dampak pencahayaan buatan terhadap ekosistem lokal, dengan harapan dapat menghasilkan rekomendasi yang lebih baik untuk penerangan di masa depan.
Sumber: Detik
Posting Komentar